1. Pendahuluan
Pada masa sekarang ini penggunaan beton bertulang sebagai struktur utama bangunan rumah dan gedung semakin meluas dengan cepat. Mengingat sebagian besar wilayah Republik Indonesia merupakan daerah rawan gempa, tuntutan penguasaan teknologi konstruksi tahan gempa menjadi suatu hal yang tidak dapat dihindarkan, termasuk di dalamnya struktur beton bertulang tahan gempa. Berdasarkan SNI 03-2847-2002, material beton yang dapat digunakan dalam konstruksi bangunan tahan gempa adalah beton dengan kuat tekan minimal mencapai 20 MPa (200 kg/cm2) dengan benda uji silinder, atau (200/0,83= 241 kg/cm2) jika digunakan benda uji kubus.
Berdasarkan ketentuan di atas, teori beton konvensional, yang mensyaratkan proporsi campuran adukan beton yang didasarkan pada perbandingan volume dengan proporsi 1 semen : 2 pasir : 3 kerikil untuk beton biasa, dan 1 semen : 1,5 pasir : 2,5 kerikil untuk beton kedap air, menjadi suatu hal yang tidak dapat diterima, mengingat cara tersebut di atas hanya aman untuk diterapkan pada beton dengan kuat tekan kurang dari 20 MPa dan nilai slump tidak boleh lebih dari 100 mm.
Oleh karena itu, pembuatan adukan beton harus didasarkan perbandingan berat, yang dihitung dengan suatu metode perhitungan baku, dengan memperhatikan karakteristik setiap bahan penyusunnya, sebagai mana diatur dalam SNI 03-2834-1993. Hal ini dimaksudkan agar diperoleh beton yang:
Memenuhi kuat tekan minimal yang disyaratkan.
Kekentalan yang sesuai sehingga beton mudah diaduk, dituang, dipadatkan, dan diratakan.
Tahan lama atau awet.
Tahan aus.
e. Ekonomis.
2. Ketentuan umum rancang campur menurut SNI 03-2847-2002
Proporsi material untuk beton harus direncanakan untuk menghasilkan sifat-sifat sebagai berikut:
(1) kelecakan dan konsistensi yang menjadikan beton mudah dicor ke dalam cetakan atau ke celah di sekeliling tulangan, sesuai dengan berbagai kondisi pelaksanaan pengecoran yang harus dilakukan, tanpa terjadi segregasi atau bleeding yang berlebih,
(2) Tahan terhadap pengaruh lingkungan yang agresif,
(3) memenuhi persyaratan uji kekuatan, sehingga harus dirancang untuk menghasilkan kuat tekan rata-rata perlu, dengan memperhitungkan kuat tekan karakteristik yang ingin dicapai dan nilai deviasi standar, yang berkaitan dengan sebaran hasil uji kuat tekan.
a. Deviasi standar
1) Nilai deviasi standar dapat diperoleh jika fasilitas produksi beton telah mempunyai catatan hasil uji. Data hasil pengujian yang dijadikan sebagai dasar perhitungan deviasi standar harus:
a) Mewakili jenis material, prosedur pengendalian mutu dan kondisi serupa dengan yang diharapkan, dan perubahan-perubahan pada material ataupun proporsi campuran yang dimiliki oleh data pengujian tidak perlu lebih ketat dari persyaratan pekerjaan yang akan dilakukan.
b) Mewakili beton yang diperlukan untuk memenuhi kekuatan yang disyaratkan, atau kuat tekan fc pada kisaran 7 MPa dari yang ditentukan.
c) Terdiri dari sekurang-kurangnya 30 contoh pengujian berurutan atau dua kelompok pengujian berurutan yang jumlahnya sekurangkurangnya 30 contoh pengujian.
2) Jika fasilitas produksi beton tidak mempunyai catatan hasil uji yang memenuhi syarat diatas, tetapi mempunyai catatan uji dari pengujian sebanyak 15 sampai dengan 29 contoh secara berurutan, maka deviasi standar ditentukan sebagai hasil perkalian antara nilai deviasi standar yang dihitung dan faktor modifikasi pada Tabel 1.
Tabel 1. Faktor modifikasi deviasi standar
Jumlah pengujian | Faktor modifikasi untuk deviasi standar |
Kurang dari 15 contoh | Gunakan Tabel 3 |
15 contoh | 1,16 |
20 contoh | 1,08 |
25 contoh | 1,03 |
30 contoh atau lebih | 1,00 |
b. Kuat rata-rata perlu
1) Kuat tekan rata-rata perlu ( fcr ), yang digunakan sebagai dasar pemilihan proporsi campuran beton, harus diambil sebagai nilai terbesar dari Persamaan di bawah ini:
f’cr = f’c + 1,64 s
2) Bila fasilitas produksi beton tidak mempunyai catatan hasil uji lapangan untuk perhitungan deviasi standar yang memenuhi ketentuan, maka f'cr harus ditetapkan berdasarkan Tabel 2.
Tabel 2. Kuat tekan rata-rata perlu jika data tidak tersedia untuk menetapkan deviasi standar
Persyaratan kuat tekan, f‘c (MPa) | Kuat tekan rata-rata perlu f‘cr (MPa) |
Kurang dari 21 MPa | f’c + 7,0 |
21 s/d 35 | f’c + 8,5 |
Lebih dari 35 | f’c + 10,0 |
c. Perancangan campuran tanpa berdasarkan data lapangan atau campuran percobaan
1) Jika data yang disyaratkan tidak tersedia, maka proporsi campuran beton harus ditentukan berdasarkan percobaan atau informasi lainnya, bilamana hal tersebut disetujui oleh Pengawas Lapangan. Kuat tekan rata-rata perlu (f’cr) beton, yang dihasilkan dengan bahan yang mirip dengan yang akan digunakan, harus sekurang-kurangnya 8,5 Mpa lebih besar daripada kuat tekan fc yang disyaratkan. Alternatif ini tidak boleh digunakan untuk pengujian kuat tekan yang disyaratkan lebih besar dari 28 MPa.
2) Campuran beton yang dirancang menurut butir ini harus memenuhi persyaratan keawetan dan kriteria pengujian kuat tekan.
3. Tata cara pembuatan rencana campuran beton normal menurut SNI 03-2834- 1993.
Berdasarkan SNI 03-2834-2002, dalam perencanaan campuran beton harus memenuhi persyaratan berikut:
a. Perhitungan perencanaan campuran beton harus didasarkan pada data sifat-sifat bahan yang akan dipergunakan dalam produksi beton.
b.Komposisi campuran beton yang diperoleh dari perencanaan ini harus dibuktikan melalui campuran coba, yang menunjukkan bahwa proporsi tersebut dapat memenuhi kekuatan beton yang disyaratkan.
Langkah-langkah perhitungan dan penentuan komposisi campuran beton harus dilaksanakan sebagai berikut:
a. Rencana campuran beton ditentukan berdasarkan hubungan antara kuat tekan dan faktor air semen.
b. Untuk beton dengan f’c lebih dari 20 MPa, proporsi campuran coba serta pelaksanaan produksinya harus didasarkan pada perbandingan berat bahan.
c. Untuk beton dengan f’c kurang dari 20 MPa, pelaksanaan produksinya boleh menggunakan proporsi volume. Proporsi volume tersebut harus didasarkan pada hasil konversi proporsi campuran dalam berat terhadap volume, melaui berat isi rata-rata antara kondisi gembur dan padat pada masing-masing bahan penyusunnya.
Mengingat beton yang digunakan pada struktur bangunan tahan gempa harus memiliki kuat tekan lebih dari 20 MPa, sebagaimana dipersyaratkan dalam SNI 03-2847-2002, sudah seharusnya campuran adukan beton dihitung dan dilaksanakan atas dasar berat masing-masing bahan penyusunnya (semen, agregat halus, agregat kasar, dan air).
Langkah-langkah perencanaan komposisi campuran adukan beton normal menurut SNI 03-2834-1993 adalah sebagai berikut:
a. Penetapan kuat tekan beton yang disyaratkan (f’c) pada umur tertentu.
Kuat tekan beton yang disyaratkan ditetapkan sesuai dengan persyaratan perencanaan struktur dan kondisi setempat. Untuk struktur bangunan tahan gempa disyaratkan kuat tekan beton lebih dari 20 MPa.
b. Penetapan nilai deviasi standar(s). Deviasi standar ditetapkan berdasarkan tingkat mutu pengendalian dalam pelaksanaan pencampuran beton. Semakin baik tingkat pengendalian mutu, semakin kecil nilai deviasi standarnya. Penetapan nilai deviasi standar (s) ini didasarkan pada hasil pengalaman praktek pada waktu yang lalu dengan syarat kualitas dan bahan yang digunakan harus sama. Apabila pelaksana mempunyai catatan data hasil pembuatan beton serupa (kualitas yang disyaratkan dan bahan yang digunakan sama) dengan jumlah benda uji minimal 30 buah, maka data standar deviasi yang dimiliki bisa langsung digunakan.
Perlu dicatat bahwa jika pelaksana memiliki data deviasi standar dengan kualitas beton yang disyaratkan sama dan bahan yang digunakan serupa, namun jumlah benda uji yang pernah dimiliki kurang dari 30 benda uji, maka harus dilakukan penyesuaian/modifikasi berdasarkan Tabel 1, dengan cara mengalikan nilai koefisien yang sesuai dalam Tabel 1 dengan nilai standar deviasi yang dimiliki.
c. Menentukan nilai tambah atau margin (m); m=1,64.s MPa
Apabila tidak tersedia catatan hasil uji terdahulu untuk perhitungan deviasi standar yang memenuhi ketentuan, maka nilai margin harus didasarkan pada Tabel 3.
Tabel 3. Nilai margin jika data tidak tersedia untuk menetapkan deviasi standar
Persyaratan kuat tekan (f’c) MPa | Nilai margin(m), MPa |
Kurang dari 21 MPa | 7,0 |
21 s/d 35 | 8,5 |
Lebih dari 35 | 10,0 |
d. Menetapkan nilai kuat tekan rata-rata yang harus direncanakan dengan menggunakan rumus:
F’cr = f’c' + m
Menetapkan jenis semen (Semen Tipe I, II, III, IV, atau V).
Menetapkan jenis agregat yang akan digunakan, baik untuk agregat halus maupun agregat kasar, harus jelas menggunakan agregat alami ataukah batu pecah/buatan.
Menetapkan nilai faktor air semen fas (Tabel 4).
Tabel 4. Perkiraan kuat tekan beton (MPa) dengan fas 0,50
Jenis Semen | Jenis Agregat Kasar | Kekuatan Tekan (Mpa) pada umur (hari) | Bentuk benda uji | |||
3 | 7 | 28 | 91 | |||
Semen Portland Tipe I atau tahan sulfat tipe II,V | Batu tak dipecah (alami) Batu pecah | 17 19 | 23 27 | 33 37 | 40 45 | Silinder |
Batu tak dipecah (alami) Batu pecah | 20 23 | 28 32 | 40 45 | 48 54 | Kubus | |
Semen Portland Tipe III | Batu tak dipecah (alami) Batu pecah | 21 25 | 28 33 | 38 44 | 44 48 | Silinder |
Batu tak dipecah (alami) Batu pecah | 25 30 | 31 40 | 46 53 | 53 60 | Kubus |
Gambar 1. Hubungan faktor air-semen dan kuat tekan rata-rata untuk benda uji silinder(diameter 150 mm, tinggi 300 mm)
Gambar 2 Hubungan antara kuat tekan dan faktor air semen untuk benda uji kubus(150x150x150 mm)
Tentukan FAS, jika menggunakan Gambar 1 atau Gambar 2 ikuti langkah-langkah berikut:
1) Tentukan nilai kuat tekan pada umur 28 hari berdasarkan jenis semen, agregat kasar dan bentuk benda uji, maka akan didapatkan kuat tekan dengan FAS 0,5 (Tabel 4).
2) Lihat Gambar 1 untuk benda uji silinder dan Gambar 2 untuk kubus
3) Berdasarkan kuat tekan dengan FAS 0,5 tarik garis mendatar, kemudian tarik garis vertikal pada FAS 0,5 sampai memotong tegak lurus garis mendatar, sehingga didapat suatu titik. Gambarkan kurva baru.
4) Berdasarkan kuat tekan yang ditargetkan tarik garis mendatar sampai memotong kurva baru, kemudian tarik garis ke bawah hingga didapat nilai FAS.
h. Menetapkan nilai faktor air semen maksimum. Agar beton yang diperoleh awet dan mampu bertahan terhadap pengaruh lingkungan sekitarnya, perlu ditetapkan nilai fas maksimum menurut Tabel 5 dan Tabel 6 dan Tabel 7 untuk keadaan khusus. Apabila nilai fas maksimum ini lebih rendah daripada nilai fas yang diperoleh dari langkah g, maka nilai fas maksimum ini yang digunakan untuk langkah selanjutnya. Dengan kata lain, nilai fas yang terkecil dari langkah g dan h, yang akan digunakan untuk tahap selanjutnya.
Tabel 5. Persyaratan nilai fas maksimum untuk berbagai pembetonan di lingkungan khusus
Jenis pembetonan | fas maksimum | Semen minimum (kg/m3) |
Beton di dalam ruang bangunan: 1. Keadaan sekeliling nonkorosif 2. Keadaan sekeliling korosif akibat kondensasi atau uap korosi | 0,60 0,52 | 275 325 |
Beton di luar ruang bangunan: 1. Tidak terlindung dari hujan dan terik matahari langsung 2. Terlindung dari hujan dan terik matahari langsung | 0,55 0,60 | 325 275 |
Beton di luar ruang bangunan: 1. Mengalami keadaan basah dan kering berganti-ganti 2. Mendapat pengaruh sulfat dan alkali dari tanah | 0,55 | 325 |
Lihat Tabel 7 | ||
Beton yang selalu berhubungan dengan air tawar/payau/laut | Lihat Tabel 6 |
Tabel 6. Ketentuan untuk beton yang berhubungan dengan air tanah yang mengandung sulfat
Kadar gangguan sulfat | Konsentrasi Sulfat sebagai SO3 | Tipe Semen | Kandungan semen minimum berdasarkan ukuran agregat maksimum (kg/m3) | Nilai fas Maks. | ||||
Dalam Tanah | Sulfat (SO3) dalam air tanah g/l | |||||||
Total SO3 (%) | SO3 dalam campuran Air:Tanah = 2:1 g/l | 40 mm | 20mm | 10mm | ||||
1 | Kurang dari 0,2 | Kurang dari 1,0 | Kurang dari 0,3 | Tipe I dengan atau tanpa pozzolan (15-40%) | 80 | 300 | 350 | 0,50 |
2 | 0,2-0,5 | 1,0-1,9 | 0,3-1,2 | Tipe I | 290 | 330 | 350 | 0,50 |
Tipe I pozzolan (15-40%) atau PPC | 270 | 310 | 360 | 0,55 | ||||
Tipe II atau Tipe IV | 250 | 290 | 340 | 0,55 | ||||
3 | 0,5-1,0 | 1,9-3,1 | 1,2-2,5 | Tipe I pozzolan (15-40%) atau PPC | 340 | 380 | 430 | 0,45 |
Tipe II atau Tipe V | 290 | 330 | 380 | 0,50 | ||||
4 | 1,0-2,0 | 3,1-5,6 | 2,5-5,0 | Tipe II atau Tipe V | 330 | 370 | 420 | 0,45 |
5 | Lebih dari 2,0 | Lebih dari 5,6 | Lebih dari 5,0 | Tipe II atau Tipe V dengan lapisan pelindung | 330 | 370 | 420 | 0,45 |
Tabel 7. Ketentuan minimum untuk beton bertulang dalam air
Jenis beton | Kondisi lingkungan berhubungan dengan | Faktor air semen maksimum | Tipe semen | Kandungan semen minimum (kg/m3) | |
Agregat maks. | |||||
40 mm | 20 mm | ||||
Bertulang atau Prategang | Air tawar | 0,50 | Semua Tipe I-V | 280 | 300 |
Air payau | 0,45 | Tipe I + Pozolan (15- 40%) atau PPC | 340 | 380 | |
Air laut | 0,50 | Tipe II atau V | 290 | 330 | |
0,45 | Tipe II atau V | 330 | 370 |
Menetapkan nilai slump dengan memperhatikan jenis strukturnya agar proses pembuatan, pengangkutan, penuangan, pemadatan mudah di laksanakan.
Tabel 8. Penetapan nilai slump
Pemakaian beton | Maksimum (cm) | Minimum (cm) |
Dinding, Pelat Pondasi dan Pondasi Telapak Bertulang | 12,5 | 5,0 |
Pondasi Telapak Tidak Bertulang, Kaison, dan Struktur di Bawah Tanah | 9,0 | 2 ,5 |
Pelat, Balok, Kolom, dan Dinding | 15 ,0 | 7 ,5 |
Perkerasan Jalan | 7,5 | 5,0 |
Pembetonan Masal | 7,5 | 2,5 |
j. Menentukan ukuran agregat maksimum. Berkaitan dengan pekerjaan konstruksi
beton bertulang, ukuran maksimum nominal agregat kasar harus tidak melebihi:
1) 1/5 jarak terkecil antara sisi-sisi cetakan
2) 1/3 ketebalan pelat lantai
3) 3/4 jarak bersih minimum antara tulangan-tulangan atau kawat-kawat, bundel tulangan, atau tendon-tendon pratekan atau selongsong.
k. Menentukan jumlah air yang dibutuhkan untuk setiap m3 adukan beton berdasarkan
ukuran agregat maksimum, jenis agregat, dan nilai slump yang diinginkan.
Tabel 9. Perkiraan kebutuhan air untuk setiap meter kubik beton (liter)
Ukuran agregat maksimum (mm) | Jenis Agregat | Slump (mm) | |||
0-10 | 10-30 | 30-60 | 60-180 | ||
10 | Alami Batu pecah | 150 180 | 180 205 | 205 230 | 225 250 |
20 | Alami Batu pecah | 135 170 | 160 190 | 180 210 | 195 225 |
40 | Alami Batu pecah | 115 155 | 140 175 | 160 190 | 175 205 |
Apabila digunakan jenis agregat halus dan agregat kasar yang berbeda (alami dan batu pecah), maka perkiraan kebutuhan jumlah air per-m3 beton harus disesuaikan menggunakan persamaan berikut:
A = 0 ,67.Ah + 0,33.Ak
dimana: A = Perkiraan kebutuhan air per-m3 beton
Ah = Kebutuhan air berdasar jenis agregat halus
Ak = Kebutuhan air berdasar jenis agregat kasar
l. Menghitung berat semen yang diperlukan untuk setiap m3 beton, dengan membagi kebutuhan jumlah air (hasil dari langkah k) dengan faktor air-semen (hasil langkah g dan h).
m. Menentukan kebutuhan semen minimum berdasarkan Tabel 5, 6, dan 7, agar diperoleh beton yang awet dan tahan terhadap zat agresif yang terdapat di lingkungan sekitarnya.
n. Menyesuaikan kebutuhan semen yang diperoleh dari langkah m. Apabila hasil perhitungan pada langkah l lebih sedikit daripada kebutuhan semen minimum di langkah m, maka harus digunakan hasil dari langkah m. Dengan kata lain, digunakan jumlah semen terbesar dari langkah l dan m.
o. Apabila terjadi perubahan akibat langkah n, maka jumlah air atau faktor air semen juga
harus disesuaikan dengan cara:
1) faktor air semen dihitung kembali dengan cara membagi jumlah air dengan jumlah semen minimum.
2) jumlah air disesuaikan dengan mengalikan jumlah semen minimum dengan nilai faktor air semen.
Perlu dicatat bahwa cara pertama akan menurunkan nilai faktor air semen, sedangkan cara kedua akan menambah jumlah air yang dibutuhkan.
p. Menentukan daerah gradasi agregat halus berdasarkan Tabel 10 berikut:
Tabel 10. Batas gradasi agregat halus menurut SNI 03-2834-1 993
Ukuran Saringan | Persentase Berat yang Lobos Saringan | |||
Gradasi Zona I | Gradasi Zona II | Gradasi Zona III | Gradasi Zona IV | |
9,60 mm | 100 | 100 | 100 | 100 |
4,80 mm | 90-100 | 90-100 | 90-100 | 95-100 |
2,40 mm | 60-95 | 75-100 | 85-100 | 95-100 |
1,20 mm | 30-70 | 55-90 | 75-100 | 90-100 |
0,60 mm | 15-34 | 35-59 | 60-79 | 80-100 |
0,30 mm | 5-20 | 8-30 | 12-40 | 15-50 |
0,15 mm | 0-10 | 0-10 | 0-10 | 0-15 |
Gambar 3. Batas-batas daerah gradasi agregat halus
q. Menentukan perbandingan antara agregat halus dengan agregat campuran berdasarkan ukuran butir maksimum agregat kasar, nilai slump, faktor air semen dan daerah gradasi agregat halus dengan menggunakan Gambar 4.a, 4.b, dan 4.c.
Gambar 4.a. Grafik persentase agregat halus terhadap agregat keseluruhan
dengan ukuran butir maksimum 40 mm
dengan ukuran butir maksimum 40 mm
Gambar 4.b. Grafik persentase agregat halus terhadap agregat keseluruhan
dengan ukuran butir maksimum 20 mm
dengan ukuran butir maksimum 20 mm
Gambar 4.c. Grafik persentase agregat halus terhadap agregat keseluruhan
dengan ukuran butir maksimum 10 mm
dengan ukuran butir maksimum 10 mm
r. Menghitung berat jenis agregat campuran dengan persamaan berikut:
di mana:
BJcamp = Berat jenis agregat campuran
BJh = Berat jenis agregat halus
BJk = Berat jenis agregat kasar
P = Persentase agregat halus terhadap agregat campuran
K = Persentase agregat kasar terhadap agregat campuran
s. Menentukan berat jenis beton berdasarkan hasil hitungan berat jenis agregat campuran pada langkah r dan kebutuhan air per-m3 beton dengan Gambar 5.
1) Berdasarkan berat jenis agregat campuran pada langkah r, dibuat garis kurva hubungan kandungan air dan berat beton yang baru dengan dasar garis kurva pada Gambar 5 yang terdekat.
2) Kebutuhan air yang diperoleh dari langkah k dimasukkan ke dalam Gambar 5 dan ditarik garis vertikal hingga memotong garis kurva yang dibuat pada langkah di atas (1).
3) Berat jenis beton diperoleh dengan menarik garis horisontal dari titik potong yang diperoleh pada langkah di atas (2) sampai memotong sumbu vertikal (berat beton per m3).
Gambar 5. Grafik hubungan kandungan air, berat jenis campuran dan berat beton
t. Menentukan kebutuhan agregat campuran dengan cara mengurangi berat per-m3 beton dengan jumlah kenutuhan air dan semen.
u. Menghitung berat agregat halus yang dibutuhkan dengan cara mengalikan persentase agregat halus terhadap agregat campuran (langkah p) dengan berat agregat campuran yang diperoleh dari langkah t.
v. Menentukan berat agregat kasar, yang dibutuhkan untuk setiap m3 beton, dengan cara menghitung berat agregat campuran yang dibutuhkan (hasil langkah t) dikurangi berat agregat halus yang dibutuhkan (hasil langkah u).
Harus diingat dan dicatat bahwa hasil perhitungan dari langkah-langkah rancang campur adukan beton di atas didasarkan pada asumsi bahwa agregat halus dan agregat kasar dalam kondisi jenuh kering muka (saturated surface dry/SSD), tidak terjadi penyerapan air ke dalam agregat dan juga tidak terjadi pelepasan air dari agregat ke dalam campuran beton. Kondisi agregat di lapangan pada umumnya tidak dalam keadaan jenuh kering muka, sehingga harus dilakukan perhitungan sebagai koreksi atas kebutuhan bahan-bahan penyusun beton yang diperoleh dari langkah-langkah di atas. Koreksi harus selalu dilakukan minimal satu kali dalam satu hari dengan persamaanpersamaan berikut:
Air = C
Agregat halus =
Agregat kasar =
di mana:
A = jumlah kebutuhan air (lt/m3)
B = jumlah kebutuhan agregat halus (kg/m3)
C = jumlah kebutuhan agregat kasar (kg/m3)
Ah = kadar air sesungguhnya dalam agregat halus (%)
Ak = kadar air sesungguhnya dalam agregat kasar (%)
A1 = kadar air dalam agregat halus kondisi jenuh kering muka (%)
A2 = kadar air dalam agregat kasar kondisi jenuh kering muka (%)
PERENCANAAN CAMPURAN BETON | |||||
| | | | | |
No | Uraian | Tabel/Grafik/Perhitungan | Nilai | Keterangan | |
1 | Kuat tekan rencana ( fc') | | | Mpa | |
2 | Deviasi standar (s) | Tabel 2 atau Tabel 1 | | Mpa | |
3 | Nilai tambah m = 1,64 x s | | | Mpa | |
4 | Kuat tekan rata-rata target f'cr= fc' + m | | | Mpa | |
5 | Jenis semen | | | | |
6 | Jenis Agregat: halus | | | | |
| kasar | | | | |
7 | Faktor air semen | Tabel 4/Gambar 1 atau 2 |
| Ambil nilai | |
8 | Faktor air semen maksimum | Tabel 5/6/7 | | terkecil | |
9 | Slump | Tabel 8 | | mm | |
10 | Ukuran agregat maksimum | analisa saringan | | mm | |
11 | Kadar air bebas | Tabel 9 | | kg/m3 | |
12 | Jumlah semen | (11)/(8) atau (11)/(7) | | kg/m3 | |
13 | Jumlah semen maksimum | | | diabaikan jika | |
| | | | tdk ditetapkan | |
14 | Jumlah semen minimum | Tabel 5,6 dan 7 | | pakai bila > (12), | |
| | | | lalu hitung (15) | |
15 | Faktor air semen yang disesuaikan | | | | |
16 | Susunan besar butir agregat halus | Gambar 3 | | zone gradasi | |
17 | Persen agregat halus | Gambaf 4a/4b/4c | | | |
18 | Berat jenis relatif agregat (SSD) | | | | |
19 | Berat jenis beton | Gambar 5 | | kg/m3 | |
20 | Kadar agregat gabungan | (19)-(12)-(11) | | kg/m3 | |
21 | Kadar agregat halus | (17)x(20) | | kg/m4 | |
22 | Kadar agregat kasar | (20)-(21) | | kg/m5 | |
| | | | | |
Proporsi campuran per meter kubik beton segar secara teoritis | |||||
1 | Semen | | kg | Langkah 15 | |
2 | Air | | liter | Langkah 11 | |
3 | Agregat Halus | | kg | Langkah 21 | |
4 | Agregat kasar | | kg | Langkah 22 |
Uraian yang lengkap sekali, sangat bermanfaat.
BalasHapusTerima kasih